Beberapa waktu yang lalu saya pernah posting tentang "Mampukah kita memaafkan diri sendiri?". Bukan di blog saya, tapi saya postinganya di sini. Nah kali ini masih ada kaitannya dengan postingan tersebut. Setiap kehidupan itu selayaknya memberikan pembelajaran buat kita, setuju? dan sharing saya kali ini murni dari pembelajaran yang saya dapatkan, mungkin jauh dari pemikiran sempurna, tapi sejauh pengamatan saya, hal ini sangat masuk akal.
Kita dilahirkan dengan segala kelebihan yang Allah kasih. Alhamdulillah saya dikaruniai tubuh yang lengkap tanpa kurang satu apapun, saya juga bersyukur telah dikaruniai akal pikiran, perasaan dan mesin hidup sebagai penggeraknya (keinginan untuk bertindak). Saya menjalani segala macam rangkaian peristiwa, tentu semuanya itu bukan karena kebetulan, Allah Swt telah dengan pasti menggariskan setiap rentetan cerita yang akan saya lalui dengan segala kolaborasi rasa di dalamnya.
Sebelum saya menemukan pembelajaran ini, saya bisa yakinkan diri sendiri bahwa saya sudah berhasil melalui tahapan-tahapan itu, namun sayangnya jika saya telaah lebih runut, saya menemukan ketidak sinkronan saya dalam setiap proses itu. Sebagai contoh begini...
Pernah suatu ketika saya dihadapkan dengan nikmat Allah yang di luar dugaan (baca masalah). sebagai manusia lemah yang punya Rasa, saya hanya bisa "mengeluh, "kenapa saya begini? kenapa harus terjadi sama saya?" dan segala macam pertanyaan lainnya. Lalu setelah saya rasakan, saya berpikir "bagaimana mencari jalan keluar dari permasalahan. Sampai pada tingkat akhir adalah bagaimana saya bertindak dalam mengekspresikan apa yang telah saya pikirkan. Nah, sejauh ini temen-temen bisa paham kan maksud saya? dan ini mungkin juga pernah dialami oleh kalian, c'mon kalau kita berbicara soal manusia, "no body's perfect". terkadang kita terlalu angkuh untuk mengakui titik lemah kita. dan itu terjadi pada saya.
Saya coba tarik garis merahnya dalam tulisan yang di block, yakni Rasa, Pikiran dan Tindakan. kenapa mesti ketiga hal ini? karena yaa yang 3 inilah yang menjadi kunci utama kita agar bisa sadar, siapa diri kita!
Dalam keseharian, kita tak pernah lepas dari yang namanya lingkungan sosial, dimana kita saling berinteraksi dengan sesama. Apalagi jika hubungan tersebut berjalan dengan baik, alias ga punya musuh. lagian siapa juga yang pengen punya musuh. Lalu bagaimana dengan kejujuran kita terhadap diri kita sendiri terhadap 3 hal tersebut? Mampukan kita menyatukannya sebagai kekuatan untuk menjadi pribadi yang betul-betul qona'ah? Saya pribadi akan menjawab "belum mampu", namun saya akan berusaha merubahnya untuk terus menjadi lebih baik. Dan jika kamu masih memiliki penyakit hati, bisa dikatakan tandanya kamu pun belum bisa jujur sama diri kamu sendiri. Seperti contoh kasus misalnya :
"Kita dengan tidak sengaja melakukan suatu kesalahan, hal yang harus dilakukan jelas "meminta maaf" dan kembali menyambung tali silaturahmi. Namun bagaimana jika... dalam tindakannya kamu sudah memaafkan, tapi hati kamu masih penuh amarah, sehingga kamu sendiri mengirim signal negatif pada pikiranmu, "sorry, gue ga mau temenan lagi sama Elo". Nahh inii dia yang saya sebut "Tentang Sebuah Kejujuran". Bagaimana mungkin kamu atau saya membodohi diri sendiri, dengan berkata "ok, gue maafin elo" (tapi rasa hati masih mengkel)... Naudzubillah, saya sendiri ga mau seperti itu. Saya ingin memberishkan hati saya dari segala penyakit hati yang jelas akan merugikan saya. Adapun jika ada salah satu dianatara temen-temen begitu, jangan sungkan untuk langsung menegur saya. Rasanya lebih bijak jika itu dilakukan tanpa perlu melibatkan orang lain.
Saya belajar dari setiap kejadian, dari setiap rasa yang hadir dan dari setiap penglihatan yang saya lihat. Terkadang untuk menuju ke arah lebih baik, hambatan itu akan jauh lebih banyak. Dan mampukah saya merubahnya seorang diri? ga bisa, saya bukan Tuhan. Inilah pentinganya bersilaturahmi dan menjalin komunikasi dengan teman, karena setiap kali ada hal yang tidak pas, seorang teman mampu mengingatkan bahkan mampu jua menjadi penunjuk arah yang lebih baik. Aamiin, Insya Allah...
So, untuk semua teman-teman saya...jika saya pernah dengan sengaja atau tidak telah melukai perasaan, saya mohon dibukakan pintu maaf yaaa. Rasanya hidup lebih indah jika kita saling menjunjung tinggi kekeluargaan tanpa satu pun prasangka dalam diri kita. Walaupun pada kenyataannya, manusia akan mengalami pasang surut dalam menjaga konsistensi rasa, pikiran dan hatinya. Semoga kita bisa membersihkan hati kita masing2 dan mampu jujur pada diri sendiri dalam mengaplikasiakan sinkronisasi ketiga hal tersebut. Biarkanlah pikiran rasa dan hati selaras, dan tegurlah diri sendiri ketika salah satunya tidak bersahabat.
Kejujuran sebenarnya kesederhanaan.
Kita mengungkapkan sesuatu sebagaimana adanya, sesuai kenyataan
Walaupun mungkin hal itu menyakitkan dan membuat kecil hati.
Ketakutan menghadapi kenyataan membuat orang berpura-pura
dan lebih suka bersembunyi di balik topeng.
Andaikan kita semua berani melihat kenyataan dengan jujur,
hidup pun jauh lebih mudah dan ringan"
(no name)
Sudahkah Kamu bisa meminta maaf dan memaafkan?