Negara dan Masyarakat

Negara dan Masyarakat Sipil: Perspektif Marxist 
Tantangan Marxis: Negara sebagai Aspek Peraturan Kelas
Marxisme merupakan teori yang berpusat dari masyarakat, karena itu, konsentrasi ini untuk melihat bagaimana ketidaksetaraan dalam masyarakat sipil membentuk imperatif dalam sebuah negara. Perkembangan yang semakin maju dalam bidang industri sebagai kekuatan pendorong utama dibalik perilaku negara dan perubahan sosial. Tindakan politik masyarakat dipahami sebagai hubungan mereka dengan produksi kapitalis yang diarahkan sebagai anggota kelas sosial dan bukan lagi sebagai warga negara. Kapitalisme adalah sistem ekploitatif yang mengasilkan ketidaksetaraan kekuasaan yang sangat besar, dimana beberapa orang mampu berdiri dengan kekayaannya dan kejayaannya sedangkan ada kaum yang lemah dan kekurangan. Bagi Marx, negara pada dasarnya adalah pelayan dari berbagai kepentingan-kepentingan dominan dalam masyarakat sipil. Walaupun tampaknya itu memiliki kepentingan sendiri ataupun kepentingan-kepentingan lain dari beberapa golongan yang ada di dalam sebuah negara. Marx berpendapat bahwa perkembangan kapitalisme dapat berkembang sepenuhnya oleh masyarakat sipil. Pada tahap ini ketidaksetaraan terjadi antara kelas sosial yang menjadi jelas. Meningkatnya transparasi kontradiksi negara memastikan bahwa perjungan kelas antara proletariat dan borjuis tidak dapat dihindarkan. Marxisme menyoroti ketegangan penting dalam hubungan negara dengan masyarakat sipil yang sangat kontras dengan pandangan optimis kaum liberal. Semua Marxis menunjuk pada bagaimana struktur kekuasaan dalam masyarakat sipil berdasarkan pembagian kelas yang berakar pada kepemilikan properti dan mencegah perkembangan potensi kreatif dari semua manusia. Ketidaksetaraan ini membuat setiap persamaan formal yang dimiliki individu sebagai warga negara tidak berdaya, karena kesetaraan politik seperti itu terpisah dari kebutuhan setiap orang. Kaum Marxis menolak individualisme liberal yang abstrak dan bukan memahami perilaku manusia dalam konteks masyarakatnya tetapi melihat tindakan-tindakan manusia dari sistem ekonominya.
Terdapat dua teori yang terpisah dari negara biasanya diidentifikasi dalam tulisan Marx (Held, 1996:129) yang pertama dapat ditemukan dalam bentuk yang lebih jelas manifesto komunisnya, mendefinisikan negara sebagai instrumen yang dikendalikan secara langsung oleh kelas penguasa untuk memaksa kelas tanpa properti: Eksekutif negara modern hanyalah komite untuk mengelola urusan borjuis (Marx dan Engels, 1962: 43-4). Teori ini memiliki pengaruh besar terhadap kaum revolusioner yang berusaha menggulingkan kapitalisme. Seperti kasus revolusi Rusia 1917, Perjuangan untuk mengendalikan negara menjadi tujuan yang harus diupayakan oleh komunis. Teori kedua tentang negara yang diidentifikasi karya marx dapat ditemukan dalam tulisan-tulisan sejarahnya tentang Prancis. Dalam The Eighteenth Brumaire, dimana Marx memeriksa pemerintahan Louis Napoleon dipertengahan abad ke-19, negara dipandang memiliki hubungan yang sangat rumit dengan masyarakat sipil.
Menurut Carnoy (1984: 3-9) setelah periode pasca perang muncul minat di negara oleh Marxis, Pertama, pertumbuhan besar dalam fungsi dan kapasitas negara dalam masyarakat kapitalis. Kedua, memperbaiki distorsi tulisan Marx oleh partai-partai komunis yang berkuasa di Eropa Timur dan Cina, yang pemerintahannya bergantung pada mesin negara yang sangat koersif dan terpusat. Diskusi oleh kaum Marxis tentang negara diilhami oleh kaum komunis Italia, Gramsci (1971). Ia menekankan negara sebagai tempat perjuangan politik otonomi tingkat tinggi dari struktur ekonomi, yang menurut Marx sebagai penentu bentuk masyarakat sipil. Kaum Marxis menghindari tudingan ekonomi, mengurangi tindakan manusia untuk memenuhi persyaratan basis ekonomi. Gramsci memperkenalkan beberapa variasi konseptual pada karya Marx. Teorinya tentang hegemoni, menyoroti manipulasi ideologis oleh kelas penguasa atas kelas pekerja. Hegemoni adalah kekuatan komunikatif yang mengacu pada pembenaran ideologis untuk ketidakadilan kapitalisme, yang beroperasi melalui gereja dan partai politik. Hegemoni tidak pernah lengkap, meskipun meliputi negara dan masyarakat sipil, sehingga memungkinkan untuk membangun hegemoni alternatif.
Gramsci melihat penggunaan kekuatan komunikatif, serta perjuangan kelas material sebagai pusat penggulingan kapitalisme. Intelektual berperan dalam membangun sebuah proyek hegemonik egaliter alternatif kepada ideologi dominan dari kapitalis. Ini menimbulkan transisi politik ke komunisme, dimana demokrasi liberal dimanfaatkan oleh kelas pekerja untuk mengubahnya dan akhirnya melampaui negara. Negara bukanlah objek yang harus ditangkap, tetapi merupakan arena perjuangan (Thomas, 1994: 143). Ada beberapa masalah dengan posisi Gramsci, namun banyak dilema yang mendasar di jantung Marxisme.
Pertama, Gramsci tidak konsisten dalam definisi tentang negara dan masyarakat sipil. Ada kalanya mereka identik dan pada kesempatan lain ditentang. Negara dianggap mencakup masyarakat sipil yang hanya melalui kekuatan fisiknya (Gramsci, 1971). Kedua, mempertimbangkan tentang hubungan antara politik dan ekonomi, Gramsci menerima bahwa faktor ekonomi adalah penentu dalam hasil politik. Timbul pertanyaan apakah ekonomi, sangat penting bagi semua catatan Marxis tentang hubungan negara dan masyarakat sipil. Marxis mencoba menjawabnya. Contoh terbaik adalah Karya Poulantzas.
Poulantzas (1978) mengambil gagasan Gramsci tentang negara sebagai tempat perjuangan kelas yang strategis dan meluas, menjadi teori umum otonomi relatif negara dari masyarakat sipil. Terdapat peran yang sangat meningkat bagi negara dalam mengelola ketegangan kapitalisme, terdapat pemisahan kontrol yang jelas yang berfungsi untuk kebutuhan kapitalisme. Menurut Poulantzas, kapitalisme memiliki hak untuk memerintah dalam menjalankan kontrol tidak langsung atas negara. Posisi kelas personil negara relatif tidak penting. Fakta menunjukkan negara bergantung pada pertumbuhan ekonomi untuk kelangsungan hidupnya. Peran sentral dari negara dalam ketidaksetaraan kapitalisme tidak bisa dihindari. Kebutuhan masyarakat identik dengan kebutuhan kapitalisme. Negara kapitalis mengambil banyak bentuk, seperti fasis atau sosial demokratis, ini tergantung pada banyak faktor politik dan sosial. Negara berfungsi mempertahankan kondisi untuk akumulasi kapitalis, menjaga stabilitas sosial, menyediakan dukungan infrastruktur, dan mempertahankan pasar tenaga kerja yang tepat.
Teori Poulantzas bersifat deterministik dan fungsionalis. yakni negara hanyalah sebuah institusi yang fungsional bagi kapitalisme dalam perannya sebagai rekonsiliator konflik kelas. Seorang Marxis, Miliband, menuduh Poulantzas sebagai semacam "super-determinisme struktural" di mana lembaga individu menjadi tidak relevan (Miliband, 1970: 57). Sulit untuk mengklaim ada perbedaan nyata antara negara demokrasi fasis dan sosial. Hal ini mengilustrasikan, bagi Miliband, kepalsuan posisi Poulantzas.
Marx, membenarkan bahwa kelas kapitalis kadang-kadang melepaskan kekuasaan politiknya sehingga mampu mengumpulkan kekayaan. Kontradiksi di seluruh tulisan Marx tentang negara, hanya berfungsi untuk menyoroti, menunjukkan bahwa akumulasi kapitalis akan terjadi pada siapa pun yang mengatur negara, kemudian selanjutnya menunjukkan bahwa pengendali negara memiliki potensi untuk menggunakan kekuatan koersif negara terhadap kepentingan borjuis. Ini diungkapkan juga dalam argumen kontradiktif Poulantzas bahwa di satu sisi negara tersusun oleh kebutuhan kapitalisme, tetapi di sisi lain negara itu sendiri adalah tempat perjuangan kelas. Masalahnya adalah dalam menjelaskan bagaimana dua titik yang saling eksklusif ini dapat direkonsiliasikan dalam teori yang meyakinkan mengenai transisi menuju komunisme (Carnoy, 1984: 107).
Marx mengatakan bahwa 'kelas pekerja tidak dapat hanya memegang mesin negara yang sudah jadi dan menggunakannya untuk tujuan itu sendiri' (Marx dan Engels, 1962: 516), namun Lenin tidak sepakat dengan teori-teori Marx tersebut. Ini disebabkan oleh ambiguitas Marx mengenai peran negara, dan kegagalannya untuk menghasilkan teori transisi terhadap komunisme. Meskipun dua versi peran negara diidentifikasi dalam tulisan-tulisan Marx, ini bukan posisi yang berbeda dan sering tumpang tindih. Hal ini merupakan interpretasi yang masuk akal bahwa bukan hanya negara yang dapat mempertahankan kapitalisme, namun juga dapat digunakan dalam keadaan tertentu, sebagai sarana untuk melampaui kapitalisme.
Masalah-masalah teoritis ini tidak kecil, karena kegagalan di antara Kaum Marxis gagal mengidentifikasi negara sebagai aktor dalam dirinya sendiri, dengan sumber daya dan imperatifnya sendiri, yang tidak dapat direduksi menjadi faktor ekonomi. Ini bukan untuk menolak hubungan interdependen yang dimiliki negara dengan masyarakat sipil, tetapi untuk memberi perhatian lebih pada pertanyaan-pertanyaan seperti potensi negara untuk menjadi represif seperti ketimpangan ekonomi. Potensi negara yang represif tidak dapat dipahami sepenuhnya dari satu kelas saja. Ini ditegaskan oleh para kritikus feminis dan ahli teori etnis yang berpendapat bahwa negara memainkan peran penting dalam merefleksikan, mempromosikan ketidaksetaraan dalam masyarakat sipil antara laki-laki dan perempuan dan antara kelompok etnis yang berbeda.
Teori negara Marxis ini telah diilustrasikan dengan kejam oleh penggunaan represif negara di Tiongkok dan Uni Soviet. Jika seseorang menerima kesatuan esensial teori dan praktik, yang diekspresikan dalam pengertian Marxis tentang 'praksis', maka teori Marxis harus dievaluasi kembali secara kritis dalam pengalaman historis rezim komunis yang sebenarnya. Bukan untuk membantah kekuatan kritik Marxis terhadap model liberal ideal, tetapi mempertanyakan kegunaan teori, apa yang mengurangi praktik politik menjadi faktor ekonomi. Marx meletakkan benih untuk negara-negara yang sangat represif di mana tujuan utama adalah mengakhiri politik, yang secara implisit dipahami oleh Marx hanya relevan untuk masyarakat berbasis kelas. Masalah-masalah pemerintahan tidak akan layu, bahkan dalam masyarakat tanpa negara yang diinginkan oleh Marx. Juga negara-negara otoriter yang mengklaim legitimasi dari tulisan-tulisan Marx.

Teori Elit
Menurut para ahli, teori elit adalah logika egaliter yang mengancam realitas historis.Mosca dan paretto menolak gagasan kedaulatan rakyat. Mosca berpendapat bawha praktek pemilu yang demokratis dimanipulasi oleh elit. Mosca juga menyangkal bahwa para elit secara moral atau intelektual dan melihat keterampilan organisasi sebagai kunci untuk pemerintahan elit.
Mosca tidak percaya bahwa kekuasaan politik didasarkan pada dominasi ekonomi. Mosca juga sangat anti sosialis dan bahkan berpendapat dalam karyanya yang paling terkenal bahwa “keseluruhan karya ini merupakan sanggahan dari sosialisme (Mosca, 1939: 447). Selain itu Mosca  mengakui bahwa demokrasi perwakilan dapat memainkan peran dalam hubungan antara elite dan massa. Mosca juga lebih tertarik pada representasi sebagai mekanisme untuk stabilitas sosial. Melalui representasi, “ sentiment dan gairah tertentu dar kawanan umum” dating untuk memiliki pengaruh untuk mereka, sehingga menghindari penggulingan satu elit oleh yang lainnya (Mosca, 1939: 155).
Teori Paretto tentang perubahan elit, yang dia sebut pergantian elit bertumpu pada degenerasi yang tidak terelakkan dalam kualitas kualitas para elit. Menurut Paretto (1996: 29) para elit selalu diperbaharui oleh individu individu superior yang muncul dari barisan massa melalui kekuatan kehendak. Paretto juga mengidentifikasi dua jenis elit: mereka yang unggul dalam kecerdasan politik dan kelicikan (ini disebut “rubah”) dan mereka yang memiliki tingkat keberanian dan kepemimpinan militer yang tinggi (‘singa’). Kombinasi dari keduanya mengatur tergantung pada kebutuhan waktunya.
Menurut Paretto (1968: 27), manusia dan massa sangat tidak rasional: ‘bagian terbesar dari tindakan manusia berasal tidak dalam alasan logis tetapi dalam sentimen’. Selain itu pareto membahas elit ekonomi yang ia definisikan terdiri dari rerperer. Reperer adalah pemilik properti dan penabung untuk menstabilitaskan ekonomi. Namun, hubungan antara anggota elit ekonomi dalam masyarakat ekonomi dan negara tidak jelas. Paretto menyebutkan jaringan jaringan “minoritas terbuka”, tetapi hubungan antara elit politik dan ekonomi tampaknya terletak dalam pandangna  Paretto pada kompatibilitas tremperamental yang tidak jelas (misalnya, singa dekat dengan rimpunan dalan keinginan mereka untuk stabilitas) daripada perasaan apapun dari kelas bersama.
Mosca dan Paretto menunjukkan pentingnya masing masing, tetapi gagal untuk membangun teori meyakinkan hubungan diantara mereka. Paretto dan Mosca memberi sedikit bukti tentang bagaimana atau mengapa “formula politik” atau keyakinan “keyakinan hidup” yang berbeda diadopsi atau menjadi berlebihan. Teori ini juga tidak  kuat dalam penjelasannya tentang perubahan elit. Konsep elit demokrasi pada pandangan pertama untuk menjadi sebuah oxymoron. Weber dan Schrumpeter  menerima pendekatan “realis” dari mosca dan melihat kepemimpinan elit sebagai sesuatu  yang tak terelakkan. Aturan elit juga diinginkan sebagai penghalang akses massa yang banyak. Stabilitas sosial, kepemimpinan elit harus dikaitkan dengan rakyat melalui mekanisme demokrasi. Sebagai seorang ahli ekonomi schrumpeter merasa bahwa institusi yang paling demokratis di masyarakat adalah pasar dan oleh karena itu institusi politik harus didasarkan pada model ini: sama seperti kapitalis bersaing untuk pelanggan, politisi juga harus bersaing untuk mendapatkan massaa dan keanggotaan elit didasarkan pada prestasi, Schrumpeter berpendapat system ini dapat membuat stabil dan sukses.
Menurut Schrumpeter (1942) demokrasi bisa dibuat kompetibel dengan realitas kekuasaan elit. Pertama ia mengatakan bahwa kekuasaan politik selalu dilakukan oleh minioritas dan bahwa dalam masyarakat yang kompleks demokrasi partisipatif, dimana massa memainkan peran langsung dalam pengambilan keputusan adalah hal mustahil.  Kedua demoktrasi dilihat  bukan sebagai tujuan itu sendiri melainkan sebagai metode dimana elit dapat dipilih oleh massa, sehingga memastikan sirkulasi yang teratur dari elit.
Bottomore (1993a: 90-2) dan Bachrach (1967) elit dianggap perlu karena irasionalitas, apati dan ketidaktahuan massa, dan demokrasi dianggap hanya sebagai latihan sinis dalam legitimasi ketidaksetaraan. Schrumpeter melihat partisipasi demokratis sebagai urusan terbatas tidak berlaku untuk urusan ekonomi atau sosial. Bahkan demokrasi bisa terancam oleh partisipasi berlebih yang dilakukan massa seperti melobi perwakilan. Pandangan seperti ini  memahami demokrasi secara implisit untuk mempertahankan keberlangsungan system elitis demoratik yang dijalankan. Teori sinis seperti itu megandung resiko dengan mengasingkan mayoritas dari pemerintah dalam kehidupan berpolitik dan dapat mengancam stabilitas sistem. Demokrasi dapat lebih positif sebagai proses yang berkelanjutan dan dinamis. Setiap masyarakat yang mengklaim sebagai demokrasi harus sadar atas batasannya sendiri dan harus memperluas partisipasi.

No comments:

Post a Comment

Kepercayan, sistem pemerintahan Bangsa inca, Bangsa Maya, bangsa Aztec dan peradaban india kuno

1   Kepercayaan dan sistem pemerintahan Bangsa Inca, bangsa maya dan bangsa Aztec Kepercayaan Bangsa Inca: Masyarakat Inca perca...