KETERGANTUNGAN INDONESIA TERHADAP MINYAK OLAHAN PRODUKSI SINGAPURA




KETERGANTUNGAN INDONESIA TERHADAP
MINYAK OLAHANPRODUKSI SINGAPURA
Risna Guntar Perdana
Jurusan Hubungan Internasional, Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Padjajaran, Jl. Dago Asri 25, Bandung, Indonesia.




 Pendahuluan
Perkembangan Ekonomi dunia yang begitu pesat telah meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan dan mempertajam persaingan, yang menambah semakin rumitnya strategi pembangunan dengan mengandalkan ekspor. Di lain pihak hal itu merupakan suatu tantangan dan kendala yang membatasi. Di pihak lain, hal tersebut merupakan peluang baru yang dapat dimanfaatkan untuk keberhasilan pelaksanaan pembangunan nasional. Bahkan beberapa negara memanfaatkan hal tersebut untuk saling membuka kerja sama yang 
menguntungkan baik dalam lingkup internasional, regional, maupun bilateral. Kerja sama yang dilakukan pun memiliki bermacam-macam motif dengan tujuan yaitu untuk mendapatkan keuntungan serta mencapai kesejahteraan bagi masing-masing pelaku kerja sama itu.Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak pulau dan penduduk yang 
banyak. Luas dan tersebarnya wilayah Indonesia membuat antara satu wilayah dengan yang lain tidak dapat terjangkau dengan mudah. Ditambah dengan peningkatan jumlah penduduk, kegiatan perekonomian menjadi lebih meningkat. Meningkatnya kegiatan di bidang perekonomian tersebut menyebabkan semakin tingginya kebutuhan akan penggunaan energi, yang tidak lain energi itu berasal dari sumber bahan bakar minyak. Secara langsung, hal ini memberikan pengaruh pada terjadinya meningkatan dalam konsumsi Bahan Bakar 
Minyak (BBM), bahkan konsumsi penggunaan BBM dinilai telah melampaui quota yang ditetapkan di dalam APBN.Berdasarkan data realisasi konsumsi BBM subsidi tiga tahun terakhir, konsumsi BBM pada 2012 mencapai 45 juta kiloliter (KL) atau naik 3,02 juta KL 
dibandingkan tahun 2011 yang sebesar 41,76 juta KL. Sementara realisasi konsumsi BBM subsidi 2010 sebesar 38,26 juta KL.1BBM sendiri merupakan salah satu bentuk dari minyak olahan.Tingginya konsumsi minyak olahan tidak hanya terjadi di Indonesia saja. Hampir di seluruh negara di dunia memiliki kebutuhan yang sama bahkan lebih tinggi lagi, yang 
tentunya membutuhkan penggunaan minyak olahan sebagai energi utamanya. 
Konsumsi minyak olahan setiap tahun terus mengalami kenaikan yang signifikan.Tingginya konsumsi minyak olahan tersebut harus diimbangi dengan tingginya angka produksi minyak tersebut pula, untuk mencukupi kondisi tersebut.Beberapa perusahaan-perusahaan 
dari negara besar di dunia dengan kemampuan tekhnologinya berusaha untuk 
mengembangkan industriproduksi minyak mentah menjadi minyak olahan.Di kawasan Asia Tenggara sendiri yang merupakan kawasan konsumen energi minyak dan gas berusaha untuk memproduksi minyak olahan dari sumber yang ada.Salah satu negara yang 
merupakan pengolah minyak olahan adalah Singapura, meskipun kita ketahui negara tersebut tidak memiliki eksplorasi maupun eksploitasi minyak.Singapura 
memiliki kilang minyak tercanggih di dunia.Sehingga hanya dengan membeliminyak mentah dari mana-mana kemudian minyak tersebut diproduksi dan di ekspor kepada negara-negara di dunia, termasuk Indonesia dan mungkin Singapura dapat menjadi pusat perdagangan minyak bumi dan gas di Asia Tenggara. Selain canggih, kilang minyak di Singapura juga 
merupakan terbesar di Asia Tenggara.Jika dibandingkan dengan Indonesia, kapasitas 
kilang minyak Singapura lebih besar dengan besarnya untuk cadangan BBM terhadap warga negaranya.Singapura memiliki 4,7 juta penduduk, mempunyai kapasitas kilang mencapai 1,3 juta barel lebih per hari dan dapat sebagai cadangan BBM untuk 90 hari. Sedangkan Indonesia hanya hanya 800.000 barel per hari, untuk240 juta jiwa penduduk dan untuk cadangan selama 21 hari.

          Tingginya kebutuhan yang mengharuskan penggunaan energi membuat angka konsumsi BBM di Indonesia naik.Total kebutuhan konsumsi BBM di Indonesia yang mencapai 1,4 juta barel BBM per hari. Prroyeksi kebutuhan BBM nasional dalam kajian ini 
menggunakan asumsi antara lain: pertumbuhan jumlah penduduk (rata-rata 1,05% per tahun), pertumbuhan ekonomi (rata-rata 6,5% per tahun), discount rate 12% dan harga minyak mentah dunia USD 80 per barel.Melalui perhitungan tersebut, kebutuhan BBM (tidak termasuk biofuel) diproyeksikan meningkat rata-rata 3,18% per tahun selama tahun 2006 s.d. 2030. Konsumsi bensin dan ADO tumbuh rata-rata 5,68% per tahun dan 2,18% per tahun sedangkan konsumsi minyak tanah (kerosene) turun rata-rata 2,97% per tahun. Dari sisi pengguna, sektor transportasi tumbuh rata-rata 5% per tahun dan sektor PKP (pertanian, konstruksi dan pertambangan atau ACM) tumbuh rata-rata 5,31% per tahun.Dihadapkan dengan angka produksi BBM di Indonesia yang hanya mencapai 649.000 bph, tidak mungkin lagi untuk mencukupi kebutuhan BBM di Indonesia.6Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikutip melalui Detik Finance, Selasa (11/2/2014), sepanjang 2013 lalu Indonesia mengimpor hasil minyak atau BBM dengan total US$ 28,56 miliar atau sekitar Rp 285 triliun, berjumlah 29,6 juta ton. Dari jumlah itu, nilai impor BBM dari Singapura adalah 
US$ 15,145 miliar atau sekitar Rp 151 triliun. Jumlah BBM yang diimpor Indonesia dari Singapura mencapai 29,6 juta ton.Tidak hanya dari Singapura saja, Indonesia juga mengimpor minyak dari negara-negara lainnya. Sepanjang tahun 2013, impor minyak dari negara-negara tersebut adalah sebagai berikut ;Malaysia, dengan nilai US$ 6,4 miliar atau Rp 64 triliun, jumlahnya mencapai 6,7 juta ton. Korea Selatan, dengan nilai US$ 2,53 miliar atau sekitar Rp 25 triliun, jumlahnya 2,7 juta ton. Kuwait, dengan nilai US$ 906 juta atau sekitar Rp 9 triliun, jumlahnya 1,07 juta ton. Arab Saudi, dengan nilai US$ 709 juta atau sekitar Rp 7 triliun, jumlahnya 735 ribu ton.Qatar, dengan nilai US$ 538 juta atau sekitar Rp 5 triliun, jumlahnya 562 ribu ton.Uni Emirat Arab, dengan nilai US$ 367 juta atau sekitar Rp 3 triliun, jumlahnya 371 ribu ton.Taiwan, dengan nilai US$ 312 juta atau sekitar Rp 3 triliun, jumlahnya 310 ribu ton.Rusia, dengan nilai US$ 261 juta atau sekitar Rp 2 triliun lebih, jumlahnya 277 ribu ton.China, dengan nilai US$ 257 juta atau sekitar Rp 2 triliun lebih, jumlahnya 245 ribu ton.Sisanya dari negara lain, dengan nilai US$ 1,05 miliar atau Rp 10 triliun lebih jumlahnya 1,01 juta ton.

Pola Ketergantungan

   Kerja sama yang dilakukan oleh Indonesia dengan Singapura mengenai minyak bumi telah memberikan keuntungan yang cukup signifikan. Bagi Indonesia, keuntungan didapatkan melalui ekspor minyak mentah ke negara-negara produsen minyak olahan. Dengan melihat 
data pada Berita Resmi Statistik Badan Pusat Statistik (BPS), Ekspor Indonesia pada Desember 2013 mengalami peningkatan sebesar 6,56 % dibanding November 2013, yaitu dari US$15.938,6 juta menjadi US$16.983,6 juta. Bila dibandingkan dengan Desember 2012, ekspor mengalami peningkatan sebesar10,33 %. Peningkatan hasil ekspor Indonesia secara keseluruhan disebabkan oleh ekspor migas yang naik sebesar 23,07%, yaitu dari US$2.766,9 juta menjadi US$3.405,1 juta. Lebih lanjut peningkatan ekspor migas disebabkan oleh naiknya ekspor minyak mentah sebesar 12,49 % menjadi US$858,6 juta dan ekspor hasil minyak sebesar 84,52 % menjadiUS$500,8 juta, demikian juga ekspor gas meningkat sebesar 18,10 % menjadi US$2.045,7 juta.Dalam kasus perdagangan minyak bumi, Singapura sebenarnya merupakan importir minyak yang sangat besar yang mendatangkan 
minyak mentah dari berbagai negara termasuk dari Indonesia. Meski tidak memiliki cadangan minyak, Singapura mengoperasikan kilang pengolahan minyak yang sangat besar di pulau Jurong yang dikelola oleh tiga perusahaan, yaitu Exxon Mobil Jurong Island Refinery, berkapasitas 605.000 barel per hari; Singapore Refinery Company Jurong Island Refinery, berkapasitas 285.000 barel per hari; dan Shell Pulau Bukom Refinery, berkapasitas 458.000 barel per hari. Jadi Singapura memiliki kilang minyak berkapasitas total 1.348.000 bareoleh ekspor migas yang naik sebesar 23,07 %, yaitu dari US$2.766,9 juta menjadi US$3.405,1 juta. Lebih lanjut peningkatan ekspor migas disebabkan oleh naiknya ekspor minyak mentah sebesar 12,49 % menjadi US$858,6 juta dan ekspor hasil minyak sebesar 84,52 % menjadi US$500,8 juta, demikian juga ekspor gas meningkat sebesar 18,10 % menjadi US$2.045,7 juta.Dalam kasus perdagangan minyak bumi, Singapura sebenarnya merupakan importir minyak yang sangat besar yang mendatangkan minyak mentah dari berbagai negara termasuk dari Indonesia. Meski tidak memiliki cadangan minyak, Singapura mengoperasikan kilang pengolahan minyak yang sangat besar di pulau Jurong yang dikelola oleh tiga perusahaan, yaitu Exxon Mobil Jurong Island Refinery, berkapasitas 605.000 barel per hari; Singapore Refinery Company Jurong Island Refinery, berkapasitas 285.000 barel per hari; dan Shell Pulau Bukom Refinery, berkapasitas 458.000 barel per hari. Jadi Singapura memiliki kilang minyak berkapasitas total 1.348.000 barel per hari. Dengan industri kilang yang mampu memberikan added valueseperti ini, singapura menjadi ―negara jasaoleh ekspor migas yang naik sebesar 23,07 %, yaitu dari US$2.766,9 juta menjadi US$3.405,1 juta. Lebih lanjut peningkatan ekspor migas disebabkan oleh naiknya 
ekspor minyak mentah sebesar 12,49 % menjadi US$858,6 juta dan ekspor hashasi
minyak sebesar 84,52 % menjadi US$500,8 juta, demikian juga ekspor gas 
meningkat sebesar 18,10 % memenjadi $2.045,7 juta. Dalam kasus perdagangan minyak bumi, Singapura sebenarnya merupakan importir minyak yang sangat besar yang mendatangkan minyak mentah dari berbagai negara termasuk dari Indonesia. Meski tidak
memiliki cadangan minyak, Singapura mengoperasikan kilang pengolahan minyak yang sangat besar di pulau Jurong yang dikelola oleh tiga perusahaan, yaitu Exxon Mobil Jurong Island Refinery, berkapasitas 605.000 barel per hari; 
Singapore Refinery Company Juron island Refinery, berkapasitas 285.000 barel per hari; dan Shell Pulau Bukkom refinery, berkapasitas 458.000 barel per hari. Jadi Singapura memiliki kilang minyak berkapasitas total 1.348.000 barel per hari. Dengan industri kilang yang mampu memberikan added valueseperti ini, singapura menjadi ―negara jasa yang mampu hidup hanya dengan membeli bahan baku dengan harga murah dan mengolahnya menjadi bahan jadi yang dilepas dengan harga yang lebihmahal. Tingginya penjualan minyak olahan dari Singapura dihadapkan dengan bahan mentah yang diperoleh dengan harga murah merupakan keuntungan bagi negara tersebut.Permasalahan mengenai hubungan timbal balik antara Indonesia dengan Singapura mengenai bidang perekonomian 
terutama di sektor minyak, merupakan cermin dari adanya hubungan timbal balik 
yang dipengaruhi oleh faktor sekitarnya.Indonesia yang memiliki laju 
pertumbuhan ekonomi dengan baik, berusaha untuk mempertahankan kondisi 
tersebut, yang berakibat salah satunya adalah membuat terjadinya peningkatan 
terhadap konsumsi minyak olahan.Kondisi awal inilah membuat Indonesia dan 
Singapura terjadi interdependensi.Di satu sisi Indonesia memiliki kekayaan minyak 
mentah yang diekspor salah satunya kepada Singapura. Dari minyak mentah Indonesia tersebut, oleh Singapura diolah menjadi minyak yang siap pakai dan selanjutnya diekspor ke negara lain termasuk Indonesia di dalamnya. Semakin berkembangnya laju pertumbuhan ekonomi kedua negara tersebut, kebutuhan untuk energi menjadi meningkat.Bagi Indonesia, kondisi ini memberikan pengaruh yang sangat besar. Kebutuhan 
akan minyak olahan yang tinggi, tidak mampu dicukupi dengan produksi minyak 
yang ada, dan membuat Indonesia menjadi importir minyak olahan. Belum mampunya Indonesia untuk memproduksi minyak dalam jumlah yang besar, membuat 
Indonesia harus tergantung pada impor minyak olahan.Salah satu impor terbesar Indonesia adalah dari produksi minyak Singapura.Hal inilah yang menyebabkan terjadi ketergantungan Indonesia terhadap Singapura.Sebaliknya bagi Singapura sendiri, untuk memproduksi minyak olahan membutuhkan bahan mentah dari negara penghasil minyak.Untuk mendapatkan keuntungan yang tinggi, maka Singapura mengimpor minyak mentah dari beberapa negara, termasuk Indonesia. Kebutuhan minyak mentah Singapura sendiri dapat tercukupi dari beberapa negara itu, dan keberadaanminyak mentah Indonesia tidak membuat Singapura tergantung pada Indonesia. Ketergantungan Indonesia terhadap Singapura tersebut juga diungkapkan oleh Wakil Menteri ESDM, Susilo Siswoutomo, Indonesia selama ini yang mampu hidup hanya dengan membeli bahan baku dengan harga murah dan mengolahnya menjadi bahan jadi yang dilepas dengan harga yang lebih mahal. Tingginya penjualan minyak olahan dari Singapura dihadapkan dengan bahan mentah yang diperoleh dengan harga murah merupakan keuntungan bagi negara tersebut.Permasalahan mengenai hubungan timbal balik antara Indonesia dengan Singapura mengenai bidang perekonomian 

    bergantung pada impor BBM untuk memenuhi tingginya kebutuhan konsumsi BBM seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat. Kalau Singapura dan Malaysia tidak ekspor 
BBM, dalam waktu lima hari kita (Indonesia) bisa meninggal. Sebab kita punya banyak pesawat tempur, nah itu mau diisi apa kalau bukan BBM. Mau diisi air?Beliau juga menambahkan Jadi total impor BBM, minyak mentah dan solar per hari bisa mencapai 800 ribu-900 ribu barel per hari.Dan nilai impornya bisa menyentuh sekitar US$ 120 juta per hari 
(dengan asumsi harga minyak US$ 120 per barel).20Kondisi inilah yang membuat pola hubungan antara Indonesia dan Singapura menjadi asimetris atau tidak seimbang.Dimana Indonesia yang sangat bergantung pada minyak olahan produksi Singapura, dan sebaliknya bagi Singapura sendiri, keberadaan minyak mentah Indonesia tidak terlalu memberikan pengaruh bagi Singapura.


Penyebab Ketergantungan

        Kerja sama yang dilakukan oleh Indonesia dan Singapura dalam mencapai absolute gains terus berjalan. Dengan mengikuti pertumbuhan ekonomi dan dinamika yang terjadi baik dalam lingkup internasional, regional, dan bilateral kedua negara tersebut, kerja sama di sektor minyak terus mengalami peningkatan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi juga memberikan pengaruh pada penggunaan energi terutama dari sektor minyak.Semakin tingginya angka pertumbuhan perekonomian, akan membuat kebutuhan energi dalam menjalankan kegiatan perekonomian tersebut semakin tinggi. Tingginya kebutuhan energi inilah yang membuat konsumsi minyak yang sudah diolah menjadi tinggi.Dalam pembahasan masalah ini, di Indonesia sendiri penggunaan minyak sebagai sumber energi terbesar pada bidang transportasi dan industri.Kita melihat dari penggunaan minyak olahan 
untuk transportasi yaitu sebagai bahan bakar kendaraan bermotor di Indonesia saja, setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan yang dikarenakan penggunaan kendaraan yang terus mengalami peningkatan. Berdasarkan Data Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia, jumlah kendaraan yang masih beroperasi di seluruh Indonesia pada 2013 mencapai 104,211 juta unit, naik 11 % dari tahun sebelumnya (2012) yang cuma 
94,299 juta unit. Dari jumlah itu, populasi terbanyak masih disumbang oleh sepeda motor dengan jumlah 86,253 juta unit di seluruh Indonesia, naik 11 % dari tahun sebelumnya sekitar 77,755 juta unit. Jumlah terbesar kedua disumbang mobil penumpang dengan 10,54 juta unit, yang juga naik 11 % dari tahun sebelumnya yaitu sebanyak 9,524 juta unit. Populasi mobil barang (truk, pick up, dan lainnya) tercatat 5,156 juta unit, naik 9 % dari 4,723 juta unit. Banyaknya jumlah kendaraan ini membuat penggunaan minyak olahan semakin meningkat, karena kendaraan tersebut berbahan bakar dari minyak hasil olahan. Bahkan penggunaan 
minyak olahan tersebut mencapai angka 1,4 juta barel per harinya. Namun dengan melihat kondisi produksi minyak olahan yang dilakukan oleh Indonesia sendiri, jumlah tersebut sulit untuk terpenuhi.Produksi minyak olahan Indonesia hanya mampu memproduksi sebanyak 649.000 bph.

              Impor minyak olahan Indonesia dari Singapura merupakan salah satu bentuk interdependensi ekonomi dengan negara sebagai aktor. Interdependensi yang terjadi tersebut merupakan salah satu dampak dari adanya modernisasi di bidang tekhnologi saat ini.Perkembangan tekhnologi saat ini mengharuskan digunakannya mesin sebagai alat pembantu kehidupan manusia dan mesin tersebut membutuhan adanya bahan bakar yang merupakan minyak olahan. Interdependensi itu sebenarnya merupakan turunan dari perspektif Liberalisme yang mengedepankan adanya kerjasama antara satu aktor dengan yang lain. Liberalisme interdependensi memiliki asumsi bahwa modernisasi akan meningkatkan tingkat interdependensi antar negara. Aktor transnasional menjadi semakin penting, kekuatan militer merupakan instrumen yang tidak absolut dan kesejahteraan merupakan tujuan yang dominan dari negara. Interdepensi kompleks akan menciptakan dunia hubungan internasional yang jauh lebih kooperatif. Semakin berkembang dan meningkatnya teknologi, secara tidak langsung akan mempengaruhi terhadap interdependensi antara Indonesia dan Singapura melalui penggunaan minyak olahan untuk memenuhi kebutuhan Indonesia tersebut.


Dampak Ketergantungan




     Konsumsi Indonesia terhadap minyak olahan produksi dari Singapura yang telah menimbulkan ketergantungan yang berkepanjangan. Jika melihat kondisi produksi minyak olahan di Indonesia, bukan tidak mungkin ketergantungan tersebut akan terus terjadi. Kondisi tersebut akan memberikan berdampak pada berbagai bidang seperti ekonomi dan 
politik baik bagi kedua negara tersebut, maupun kepada negara-negara lain yang berada di kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya. Di bidang ekonomi sendiri, dengan adanya impor minyak olahan dari luar tentu saja jelas bahwa banyak kerugian karena banyak pengeluaran untuk belanja minyak olahan.Dengan demikian membuat keuangan negara menjadi sedikit 
mengalami kesulitan.Impor Indonesia dapat dibedakan dalam kelompok migasdan nonmigas. Nilai impor IndonesiaJanuari−Desember 2013 mencapai US$186.631,3 juta atau turun US$ 5.058,2 juta(2,64 persen) dibanding periode yang samatahun sebelumnya. Penurunan tersebutdipicu oleh turunnya impor nonmigas yaitu sebesar US$ 7.760,8 juta atau 5,20persen. Sebaliknya impor migas mengalami peningkatan US$ 2.702,6 juta
(6,35 persen). Secara lebih rinci peningkatan impor migas disebabkan oleh naiknya nilai impor minyak mentah dan gas masing-masing sebesar US$ 2.782,6juta (25,76 persen) dan US$ 31,4 juta(1,02 persen). Sementara impor hasil minyak turun sebesar US$ 111,4 juta (0,39 persen). 
                 Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa ketergantungan Indonesia terhadap 
minyak olahan produksi Singapura disebabkan karena tingginya konsumsi minyak olahan di kalangan masyarakat Indonesia.Dari tingginya angka konsumsi tersebut, Indonesia tidak dapat mengimbangi dengan produksi yang memadai, dikarenakan kondisi kilang minyak di Indonesia yang terbilang cukup tertinggal secara tekhnologi.Hal tersebut membuat Indonesia harus mengambil langkah dengan mengimpor minyak olahan dari negara luar.Dan pada akhirnya justru menjadi suatu ketergantungan terhadap produksi minyak olahan dari 
Singapura.Sampai saat ini hampir setengah minyak olahan yang kita konsumsi berasal 
dari negara Singapura.

DAFTAR PUSTAKA

Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Moh Yani.2005. Pengantar Ilmu 
Hubungan Internasional. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hal 78.
Berita Resmi Statistik, BPS. 2013.


Perkembangan Ekspor dan ImporIndonesia Desember 2013.Diakses

Jackson, R. dan Sorensen, G. 2005.Pengantar Studi Hubungan Internasional.Jakarta: Pustaka Pelajar.

John Baylis. 2008. The Globalization of world Politics : An Introduction toInternational Relations, Fourth Edition. Oxford: University Expres.Hal 132.

No comments:

Post a Comment

Kepercayan, sistem pemerintahan Bangsa inca, Bangsa Maya, bangsa Aztec dan peradaban india kuno

1   Kepercayaan dan sistem pemerintahan Bangsa Inca, bangsa maya dan bangsa Aztec Kepercayaan Bangsa Inca: Masyarakat Inca perca...