Konflik dalam Pemikiran Sosiologi

sering kali kita berbicara atau menyebut kata konflik. menarik sekali jika kita bahas konflik secara ilmu pengetahuan, terlebih khususnya secara sosiologi.

APA ITU KONFLIK?


Konflik menurut Karl Marx, hakekat kenyataan sosial adalah konflik. konflik ialah satu kenyataan sosial yang bisa ditemukan dimana-mana. Bagi Karl Marx, konflik sosial adalah pertentangan antara segmen-segmen masyarakat untuk memperebutkan aset-aset yang bernilai. Jenis dari konflik sosial ini bisa bermacam-macam yakni konflik antara individu, konflik antara kelompok, dan bahkan konflik antara bangsa. Tetapi bentuk konflik yang paling menonjol menurut Karl Mark adalah konflik yang disebabkan oleh cara produksi barang-barang material.Konflik menurut Daniel Webster, mendefinisikan konflik sebagai 
berikut yaitu: 
1. Persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu 
sama lain. 
2. Keadaan atau perilaku yang bertentangan (misalnya pertentangan 
pendapat kepentingan, atau pertentangan individu). 
3. Perselisihan akibat kebutuhan, dorongan, keinginan, atau tuntutan yang 
bertentangan. 


 Relp Dahrendorf, membahas suatu tendensi yang melekat pada konflik didalam masyarakat. kelompok-kelompok yang memegang kekuasaan akan memperjuangkan kepentingan-kepentinganya, dan kelompok yang tak memiliki kekuasaan akan berjuang, dan kepentingan-kepentingan mereka sering berbeda, bahkan saling bertentangan. Cepat atau lambat menurut Dahrendorf didalam beberapa sistem yang kekuasaannya kuat mungkin secara cermat membuat kubu-keseimbangan antara kekuasaan dan perubahan oposisi, dan masyarakat berubah. Jadi, konflik adalah “kekuasaan yang kreatif dari sejarah manusia” Dari uraian di atas kesimpulannya, konflik ialah proses atau keadaan dimana dua atau lebih dari pihak-pihak itu melakukan persaingan,


Sedangkan menurut Soerjono Soekanto, konflik adalah pertentangan atau pertikaian suatu proses yang dilakukan orang atau kelompok manusia guna memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai ancaman dan kekerasan. oleh karena itu, konflik di identikkan dengan tindak kekerasan.

Secara sederhana konflik, ialah pertentangan, pertikaian, persengketaan, perselisian, dan percekcokan. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.


Dari uraian di atas kesimpulannya, konflik ialah proses atau keadaan dimana dua atau lebih dari pihak-pihak itu melakukan persaingan, pertentangan, perselisihan dan perseteruan. Konflik merupakan bagian tak terpisahkan dari masyarakat. Konflik dapat bersifat tertutup (latent), dapat pula bersifat terbuka (manifest). Konflik berlangsung sejalan dengan dinamika masyarakat. Namun ada pula faktor-faktor di dalam masyarakat yang mudah menyulut konflik menjadi berkobar sedemikian besar, sehingga memporakporandakan rumah, harta benda lain dan mungkin juga penghuni sistem sosial tersebut secara keseluruhan. 



Bagaimana Bentuk Konflik? apa aja yang bisa dinyatakan sebagai konflik secara pemikiran sosiologi?


2. Bentuk-bentuk Konflik


Untuk menyelesaikan konflik yang terjadi dalam masyarakat, tentu kita harus mengetahui apa yang menjadi motif konflik itu sendiri. Dalam pandangan sosiologi, masyarakat itu selalu dalam perubahan dan setiap elemen-elemennya selalu memberikan sumbangan bagi terjadinya konflik. Collins mengetakan bahwa konflik berakar pada masalah individual karena akar teoritisnya lebih pada fenomenologis. 


Menurut Collins, konflik sebagai fokus berdasarkan landasan yang realiktik dan konflik adalah proses sentral dalam kehidupan sosial. Salah satu bentuk terjadinya konflik adalah karena ketidak seimbangan antara hubungan-hubungan manusia seperti aspek sosial, ekonomi dan kekuasaan. misalnya kurang meratanya kemakmuran dan akses yang tidak seimbangan terhadap sumber daya yang kemudian akan menimbulkan masalah-masalah dalam masyarakat. Konflik dapat juga terjadi karena adanya mobilisasi sosial yang memupuk keinginan yang sama.


Soerjono Soekanto membagi konflik sosial menjadi lima bentuk khusus, yaitu sebagai berikut: 

1. Konflik atau pertentangan pribadi, yaitu konflik yang terjadi antara dua individu atau lebih karena perbedaan pandangan dan sebagainya. 

2. Konflik atau pertentangan rasial, yaitu konflik yang timbul akibat perbedaan-perbedaan ras. 

3. Konflik atau pertentangan antara kelas-kelas sosial, yaitu konflik yang disebabkan adanya perbedaan kepentingan antar kelas sosial. 

4. Konflik atau pertentangan politik, yaitu konflik yang terjadi akibat adanya kepentingan atau tujuan politis seseorang atau kelompok. 

5. Konflik atau pertentangan yang bersifat internasional, yaitu konflik yang terjadi karena perbedaan kepentingan yang kemudian berpengaruh pada kedaulatan Negara.

Adapun bentuk-bentuk terjadinya konflik sebagai berikut: 

a. Perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan. Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. 

b. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi factor bentuk konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur. 

c. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda. Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik. 


d. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok. manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda.


Relf Dahrendorf mengklasifikasikan kondisi-kondisi dimana kepentingan laten itu menjadi kepentingan manifest dan kelompok semu dapat diubah menjadi kelompok kepentingan yaitu: 

1.Kondisi Teknis 

Relf Dahrendorf mendiskusikan munculnya pemimpin dan pembentukan ideologi. Keduanya dianggap penting untuk pembentukan kelompok konflik dan tindakan kolektif. Tidak ada 
tindakan kelompok yang diorganisasi dapat terjadi tanpa suatu tipe kepemimpinan dan suatu bentuk kepercayaan yang membenarkan atau ideologi. 

2.Kondisi Politik 

Ralf Dahrendorf menekankan pada tingkat kebebasan yang ada untuk pembentukan kelompok dan tindakan kelompok. 

3.Kondisi Sosial

Meliputi tingkat komunikasi antar anggota dari suatu kelompok semu. Kelompok konflik tidak akan muncul di antara orang-orang yang terpencil satu sama lain secara ekologis tidak mampu membentuk ikatan sosial.


Menurut Robbins (1996. 150), konflik muncul karena ada kondisi yang melatar belakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga ketegori, yaitu: komunikasi, struktur, dan variabel pribadi. 

1. Komunikasi. 

 Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan kesalah pahaman antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber konflik. Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan semantik, pertukaran informasi yang tidak cukup, dangan gangguan dalam salurankomunikasi merupakan penghalang terhadap komunikasi dan menjadi kondisi anteseden untuk terciptanya konflik. 

2. Struktur

Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup: ukuran (kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan kelompok, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antara kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran kelompok dan derajat spesialisasi merupakan variabel yang mendorong terjadinya konflik. Makin besar kelompok, dan makin terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik. 


3. Penyebab konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang meliputi: sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik kepribadian yang menyebabkan individu memiliki keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda dengan individu yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa tipe kepribadian tertentu, misalnya, individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai rendah orang lain, merupakan sumber konflik yang potensial. 


 Jika salah satu dari kondisi tersebut terjadi dalam kelompok, dan para anggota kelompok menyadari akan hal tersebut, maka muncullah persepsi bahwa di dalam kelompok terjadi konflik. Keadaan ini disebut dengan konflik yang dipersepsikan (perceived conflict). Kemudian jika individu terlibat secara emosional, dan mereka merasa cemas, tegang, frustrasi, atau muncul sikap bermusuhan, maka konflik berubah menjadi konflik yang dirasakan (felt conflict). Selanjutnya, konflik yang telah disadari dan dirasakan keberadaannya itu akan berubah menjadi konflik yang nyata, jika pihak-pihak yang terlibat mewujudkannya dalam bentuk perilaku. Misalnya, serangan secara verbal, ancaman terhadap pihak lain, serangan fisik, huru-hara, pemogokan, dan sebagainya. 


 Sumber terjadinya konflik dalam kehidupan masyarakat dapat dikategorikan ke dalam berbagai faktor yang melatar belakangi yaitu: 


1. Adanya perbedaan kepribadian, pendirian, perasaan atau pendapat antar individu yang tidak mendapat toleransi di antara individu tersebut, sehingga perbedaan tersebut semakin meruncing dan mengakibatkan munculnya konflik pribadi. 


2. Adanya perbedaan kebudayaan yangmempengaruhiperilakudan pola berpikir sehingga dapat memicu lahirnya pertentangan antar kelompok atau antar masyarakat. 


3. Adanya perbedaan kepentingan atau tujuan di antara individu atau kelompok, baik pada dimensi ekonomi dan budaya maupun politik dan keamanan. 


4. Adanya perubahan sosial yang relatif cepat yang diikuti oleh adanya perubahan nilai atau sistem sosial. Hal ini akan menimbulkan perbedaan pendirian di antara warga masyarakat terhadap reorganisasi dari sistem nilai yang baru tersebut, sehingga memicu terjadinya disorganisasi sosial. 


5. Persaingan Ekonomi. 

Simmel dalam Veeger, menyebutkan persaingan individu-individu dibidang ekonomi, persaingan memang salah satu bentuk konflik antar orang, tetapi kalau dilihat dalam keseluruhan interaksi yang membentuk masyarakat, persaingan merupakan relasi yang memainkan peranan positif bagi seluruh group. Kemudian Veblen dalam K.J Veeger (1990: 104) menggambarkan bahwa konflik bukan atas modal dan kerja, melainkan antara businnes yang mencapai keuntungan dan industri, yaitu produksi maksimal barang dan jasa. bahkan di zaman primitive pihak saingan atau musuh dibunuh saja oleh pihak lebih yang kuat.


Kemudian Hawari dalam (buku: kekerasan antar kempok, mengatakan faktor ekonomi sangat mempengaruhi timbulnya kenakalan atau tindakan yang bertentangan dengan norma.







DAFTAR PUSTAKA



Pius A Partanto, Kamus Ilmia Populer, Surabaya: Arkola, 1994), hal. 358. 

W. J. S. Perwadarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia.(Jakarta: Balai Pustaka, 1984),hal.289


Soerjono Soekanto, sosiologi suatu pengantar, (Jakarta: rajawali pers,1992), hal.86

George Ritzer dan Douglas J. Gooman. Teori Sosiologi Modern.(Jakarta: Prenada Media.2004), hal .73 

Ritzer, George. dan Douglas J. Gooman. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media, 
2004), hal. 135-136 

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Pers,1992). hal.86

George Ritzer dan Douglas J. Gooman. Teori Sosiologi Modern. (Jakarta: Prenada Media,2005), hal. 21



4 comments:

  1. Mantapss Gan , Lanjutkan Membuat artikel seperti ini, Semangat, salam dari Semarang...

    ReplyDelete
  2. Baguss sekali pak menambah wawasan ku

    ReplyDelete
  3. Semaamgat pak ini menambah pemgetahuan saya

    ReplyDelete
  4. terimakasih buat semangatnya dan sudah membaca artikel saya

    ReplyDelete

Kepercayan, sistem pemerintahan Bangsa inca, Bangsa Maya, bangsa Aztec dan peradaban india kuno

1   Kepercayaan dan sistem pemerintahan Bangsa Inca, bangsa maya dan bangsa Aztec Kepercayaan Bangsa Inca: Masyarakat Inca perca...