zakat
Semoga Allah subhanahu wata’ala senantiasa berlemah lembut kepada kita, karena itulah anugerah terbesar dari Allah subhanahu wata’ala untuk kita bisa terus dekat dengan sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga kita terus bersambung dan bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam baik dalam keadaan tidur atau jaga , kita diberi anugerah untuk memandang cahaya keindahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Memberi akan tetap memberi dan tiada akan pernah berhenti memberi, maka siapakah yang mau meminta ?, Allah subhanahu wata’ala senantiasa siap menumpahkan anugerah untuknya, namun tidak diminta pun Allah subhanahu wata’ala tetap akan memberi, tetap melimpahkan anugerah kepada hamba-hambaNya, akan tetapi tidak seperti anugerahNya kepada orang yang mau meminta kepadaNya, ia akan dilimpahi dengan anugerah yang lebih besar, semoga kita dilimpahi anugerah besar dalam sanubari kita hinga kita selalu mengingat Allah subhanahu wata’ala.
Hadirin yang dimuliakan Allah Kita melanjutkan pembahasan kitab Ar Risalah Al Jami’ah, kita sampai pada pembahasan zakat. Zakat secara bahasa adalah An Namaa’ wa At Tathhiir yaitu tumbuh (berkah) dan penyucian. Adapun zakat menurut syariat adalah nama/sebutan untuk suatu benda (harta) yang dikeluarkan karena sebab harta atau sebab badan dalam jumlah/bentuk tertentu dan diberikan kepada yang berhak menerimanya yang telah ditentukan oleh syariat Islam. Dimana ada 6 macam zakat yang dikeluarkan sebab harta dan 1 zakat untuk badan yaitu zakat fitrah (pembahasan yang lebih luas insyaallah menyusul), adapun zakat profesi yang ada di zaman sekarang maka hal ini tidak ada dalam syariat Islam. Namun jika kita sebut sebagai shadaqah profesi hal ini masih dapat kita toleransi dan tidak kita ingkari, karena shadaqah bukan hal yang wajib, sedangkan zakat adalah sesuatu yang wajib dikerjakan sehingga jika seseorang tidak melaksanakannya maka darahnya halal ; boleh dibunuh. Oleh karena itu zakat semacam ini adalah hal yang diada-adakan oleh kelompok wahabi yang ajaran mereka harus kita waspadai, dimana mereka adalah pengikut Muhammad Ibn Abdul Wahhab yang para gurunya tidak mengakuinya sebagai murid mereka sebab ajaran-ajarannya yang banyak menyimpang dari Syariat Islam, semoga kelompok-kelompok ini segera dihilangkan dari muka bumi dan diberi hidayah oleh Allah subhanahu wata’ala, amin allahumma amin.
Kita kembali pada pembahasan zakat, jadi zakat yang dikeluarkan ada 2 macam yaitu zakat yang dikeluarkan untuk harta dan yang kedua zakat untuk badan, yang disebut dengan zakat fitrah. Sebelum kita masuk ke dalam pembahasan zakat harta, terlebih dahulu akan kita bahas tentang zakat fitrah. Dalam hal zakat fitrah menurut pendapat yang terkuat yaitu zakat dikeluarkan berupa bahan pokok setempat, seperti bahan pokok di tempat ini adalah beras, maka zakat yang harus dikeluarkan orang-orang yang tinggal disini adalah beras, sehingga santri-santri Irian yang ada disini mereka harus mengeluarkan zakat berupa beras, meskipun bahan pokok di daerah mereka adalah sagu begitu juga sebaliknya, orang-orang Jawa atau daerah lainnya yang tinggal di Irian maka mereka harus mengeluarkan zakat berupa sagu yang merupakan bahan pokok di daerah tersebut. Akan tetapi ada pendapat yang tidak kuat namun didukung oleh ucapan-ucapan para ulama’ yang mengatakan bahwa zakat fitrah boleh dikeluarkan berupa sesuatu yang lebih dibutuhkan atau disukai oleh orang-orang yang berhak menerima zakat, seperti uang namun beberapa pendapat ulama’ tidak membolehkannya.
Disebutkan dalam sebuah kisah nyata, dimana ada seorang nenek yang tinggal sendiri di rumahnya, suatu hari ada orang yang datang membawa zakat berupa beras, namun si nenek menolaknya dan berkata bahwa ia tidak membutuhkan beras karena ia mempunyai beras tetapi ia lebih membutuhkan uang, namun orang yang memberi zakat tetap ingin mengeluarkan zakatnya berupa beras, kemudian ia mencoba untuk menasihati si nenek dan berkata : “Ibu, untuk zakat yang berupa uang itu nanti yaitu zakat harta bukan zakat fitrah”, si nenek bertanya : “ Kapan zakat itu ?”, orang itu terdiam dan tidak bisa menjawab, hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan umat Islam tidak memperhatikan zakat-zakat yang lain kecuali zakat fitrah. Karena jika setiap orang muslim yang wajib membayar zakat di dunia ini ia melaksanakan kewajibannya, niscaya di bumi tidak akan ada seorang muslim pun yang kelaparan, karena Allah subhanahu wata’ala telah menentukan rizki bagi setiap hamba-hambaNya yang fakir atau miskin dengan zakat-zakat tersebut, namun hal ini dilalaikan oleh ummat Islam, demikianlah makna zakat secara ma’rifah. Sering muncul pertanyaan kalau ingin belajar ilmu ma’rifah dimana?, saya juga bingung untuk menjawabnya, namun dalam majelis ini sering saya sampaikan tentang ma’rifah yang saya ketahui. Perlu difahami ma’rifah adalah ilmu untuk mengenalkan kita dan mendekatkan kita kepada Allah subhanahu wata’ala, bisa disebut dengan ilmu hati yang diantara pembahasannya adalah bagaimana menjauhi penyakit-penyakit hati seperti riya’, sombong, iri, dan lainnya. Dimana dalam hal ini secara ringkas penyelesaiannya dengan mendekatkan diri kepada Allah untuk dicintai Allah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, hal itu adalah puncak dari ilmu ma’rifah. Syaikh Ahmad Ba’alawi berkata : “Mereka melihat kami duduk berada diantara mereka, padahal itu bukan kami karena jiwa-jiwa kami berada pada puncak-puncak tertinggi”, maksudnya bahwa hati mereka bersama Allah subhnahu wata’ala.
Adapun waktu pengeluaran zakat fitrah boleh dikeluarkan sejak terbenamnya matahari di awal Ramadhan hingga terbenamnya matahari di akhir bulan Ramadhan, dan sunnah dikeluarkan sebelum shalat idul fitri. Jadi zakat wajib dikeluarkan bagi orang yang masih hidup di bulan Ramadhan dan di bulan Syawal, sehingga seorang bayi yang lahir setelah isya’ di akhir bulan Ramadhan maka tidak diwajibkan baginya zakat fitrah, namun disunnahkan untuk membayarnya. Begitu juga orang yang meninggal di akhir bulan Ramadhan sebelum terbenam matahari maka tidak wajib untuk dikeluarkan zakat fitrah baginya namun disunnahkan, karena ia tidak hidup hingga bulan Syawal. Adapun dalam hal infaq/shadaqah maka sebanyak-banyaknyalah berinfak sebagaimana hadits yang kita bahas majelis minggu lalu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling dermawan (pemurah) dan lebih dermawan lagi ketika di bulan Ramadhan. Sifat pemurah tidak hanya dengan harta tetapi bisa dengan selain harta seperti pemurah maaf dan lainnya. Kita fahami betapa pemurahnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan sifat pemaaf beliau di bulan Ramadhan, terlebih lagi dengan sifat pemaaf Allah subhanahu wata’ala di bulan Ramadhan.
Allah subhanahu wata’ala berfirman :
وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآَيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ ( البقرة : 219 )
وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآَيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ ( البقرة : 219 )
“Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan”. ( QS. Al Baqarah : 219 )
Sebagian ulama’ ahli tafsir mengatakan bahwa makna Al ‘Afw adalah shadaqah yang tertinggi derajatnya, kemudian derajat yang lebih rendah lagi adalah pemaaf. Sifat pemaaf sudah pasti disertai dengan sifat pemurah, namun sifat pemurah belum tentu juga pemaaf, sebagaimana sering kita mendengar perkataan orang yang ada permusuhan dengan orang lain : “Meskipun harta aku habis, tetap aku ngga akan maafin dia”. Namun orang yang pemaaf sudah pasti ia adalah pemurah, semoga Allah subhanahu wata’ala menjadikan kita ke dalam golongan mereka, amin allahumma amin. Dalam perhitungan bulan Qamariah (Hijriah), pergantian hari dimulai ketika matahari terbenam, berbeda dengan perhitungan bulan Syamsiah (Masehi) bahwa pergantian hari dimulai pada pertengahan malam sekitar jam 11.30 atau 12.00 malam, namun para ulama’ tidak memilih hal itu karena terkadang waktunya tidak tepat dan lebih tepat menggunakan perhitungan qamariah. Oleh karena itu ketika di zaman sayyidina Umar bin Khattab Ra dimana di masa itulah dimulai perhitungan Hijriah, dan sayyidina Umar menentukan awal bulan adalah bulan Muharram, padahal hijrah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dimulai pada bulan Rabi’ Al Awwal dan bukan bulan Muharram, mengapa demikian? , karena perputaran bulan dalam setahun kembalinya pada titik awal adalah di bulan Muharram bukan di bulan Rabi’ul Awal. Maka dalam hal zakat, kita tidak menggunakan perhitungan masehi, namun menggunakan perhitungan Hijriah dimana pergantian hari dimulai dari terbenamnya matahari. Demikian penjelasan tentang zakat fitrah, dan majelis yang akan datang insyallah kita masuk pada pembahasan tentang zakat maal (harta).
Selanjutnya kita mengucapkan beribu syukur kepada Allah subhanahu wata’ala karena acara Haul Ahlu Al Badr dan Nuzulul Qur’an berlangsung sukses Alhamdulillah, dan membuat gembira guru mulia kita yang dengan itu juga membuat gembira guru-guru beliau hingga ke Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan kita tidak akan mengadakan event besar lagi, hingga event kedatangan guru mulia di bulan Muharram di Monas , dan acara malam tahun baru insyaallah. Kita berdoa dan bermunajat kepada Allah subhanahu wata’ala
… فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا ...
Ucapkanlah bersama-sama يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ.
No comments:
Post a Comment